Seminar Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Kabupaten Pemalang

seminar1PEMALANG – Bertempat di Hotel Winner, Jl. Ahmad Yani Selatan, Pemalang pada Kamis, 20 Maret 2014 jam 09.00 WIB Bappeda Kabupaten Pemalang menyelenggarakan Seminar Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Kabupaten Pemalang, sebagai Narasumber Sri Winana dari BP3AKB Provinsi Jawa Tengah yang membawakan materi Upaya Pencegahan Kekerasan terhadap Anak dalam Mewujudkan Kabupaten Layak Anak di Pemalang dan Naning Pudjijulianingsih, Child Protection Specialist UNICEF dengan materi Kekerasan terhadap Anak dan Peran Keluarga dalam Pencegahan Kekerasan terhadap Anak serta Moderator Teguh Liberty.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari materi yang dipaparkan adalah:
1. Empat hak dasar anak adalah hak atas kelangsungan hidup, hak untuk berkembang, hak atas perlindungan, hak    berpartisipasi dalam kehidupan masarakat.
2. Kekerasan terhadap Anak (KtA) adalah setiap bentuk pembatasan, pembedaan, pengucilan dan seluruh bentuk perlakuan yang dilakukan terhadap anak, yang akibatnya berupa dan tidak terbatas pada kekerasan fisik, seksual, psikologis dan ekonomi (bisa dalam bentuk diskriminasi, perlakuan salah, penelantaran, dll).
3. Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Anak menurut UU NO 23 tahun 2002:
a. Kekerasan Seksual, adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan Seksual dapat juga berupa:
1) Perlakuan tidak senonoh dari orang lain
2) Kegiatan yang menjurus pada pornografi
3) Perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak
4) Perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak yang dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab
5) Tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkannya pada kegiatan prostitusi
b. Kekerasan Fisik, tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali, berupa :
1) Di pukul / tempeleng
2) Di tendang
3) Dijewer, dicubit
4) Di lempar dengan benda-benda keras
5) Dijemur di bawah terik sinar matahari
c. Kekerasan Emosional, adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak.
1) Kata-kata yang mengancam
2) Menakut-nakuti
3) Berkata-kata kasar
4) Mengolok-olok anak
5) Perlakuan diskriminatif dari orang tua, keluarga, pendidik dan masyarakat
6) Membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak dan lingkungannya
d. Kekerasan Ekonomi (Ekploitasi Komersial), penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lain demi keuntungan orangtua atau orang lain, spt:
1) menyuruh anak bekerja secara berlebihan
2) menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi
e. Tindak Pengabaian dan Penelantaran, adalah ketidakpedulian orangtua, atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka, seperti:
1) Pengabaian pada kesehatan anak
2) Pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak
3) Pengabaian pada pengembangan emosi (terlalu dikekang)
4) Penelantaran pada pemenuhan gizi
5) Penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan
6) Pengabaian pada kondisi keamanan
4. Dampak, jika tidak melindungi anak (korban):
a. Kematian
b. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mempengaruhi kesehatan anak
d. Mempengaruhi kemampuan untuk belajar dan kemauannya untuk bersekolah.
e. Mengakibatkan anak lari dari rumah. Hal tersebut menjadikan anak lebih rentan terhadap pada resiko-resiko lain a.l. trafiking
f. Menghancurkan rasa percaya diri anak
g. Dapat mengganggu kemampuannya untuk menjadi orang tua yang baik di kemudian hari, dll
5. Dampak Kekerasan bagi Masyarakat
a. Dilanggengkannya rantai “lingkaran setan” kekerasan:
1) Korban menjadi korban lagi di rumah dan masyarakat
2) Korban menjadi pelaku (sebagai orangtua, sebagai pasangan)
3) Korban menjadi pelaku kekerasan di masyarakat (kadang antisosial)
b. Dari mengalami atau mengamati, Anak belajar: “Kekerasan adalah solusi bila menemui kesulitan dalam mempengaruhi orang lain”

6. Untuk mengatasi masalah anak: harus terjadi perubahan
Paradigma Pembangunan Anak.
a. Selama ini: Parsial, Segmentatif, Sektoral
b. Di masa datang : Holistik, Integratif, Berkelanjutan
7. Pelayanan terhadap Korban secara Holistik dan Terintegrasi mencakup kebutuhan korban: Penyembuhan fisik; Pemenuhan kebutuhan dasar; Penguatan ekonomi; Pendampingan sosial; Penguatan psikologis; Penguatan spiritual; Penanganan hukum/jaminan keadilan; Pengembangan sistem pemulihan terintegrasi; Penanganan struktur sosial; Advokasi politis.
8. Upaya pencegahan kekekerasan terhadap anak di Jawa Tengah didasarkan pada:
a. Konvensi Hak Anak (Ratifikasi melalui Keppres no 36/1990)
b. Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23/2002
c. Permeneg PP & PA no. 2/2010 tentang RAN Pencegahan dan Penanganan KTA
d. Permeneg PP & PA no. 6/2011 tentang Panduan Pencegahan KTA di Lingk Keluarga, Lingk Masy & Lembaga Pendididikan
e. Perda No. 7 Tahun 2013 (penyelenggaraan perlindungan anak)
f. Perda N0. 9 Tahun 2007 (penanggulangan pekerja anak)
g. Perda NO. 3 Tahun 2009 (penyelenggaraan penanganan korban kekerasan)
9. Penyelenggaraan Perlindungan Anak meliputi:
a. Pencegahan, meliputi: Merumuskan dan mengembangkan kebijakan; Penguatan kapasitas; Fasilitasi penyelenggaraan pencegahan; Peningkatan kesadaran orangtua, anak, keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga penyelenggaraan layanan, lembaga partisipasi anak dan kelompok profesi; Penghargaan thd pandangan anak.
b. Pengurangan Resiko Kerentanan, meliputi: Fasilitasi penyelenggaraan pengurangan resiko kerentanan; Fasilitasi penyelenggaraan keadilan restoratif; Fasilitasi penguatan kapasitas masyarakat.
c. Penanganan korban
d. Sistem data dan informasi
10. Lima Kategori kerangka kerja:
a. Koordinasi dan kerjasama
Pemerintah bersama organisasi non pemerintah dapat melaksanakan beberapa kegiatan penting, seperti :
1) Membentuk jaringan kerja terpadu;
2) Menjabarkan peraturan perundangan dan Rencana Aksi Nasional menjadi Kebijakan dan Rencana Aksi Daerah;
3) Mengembangkan mekanisme pemantauan dan evaluasi;
4) Mengembangkan indikator untuk pemantauan kasus-kasus sebagai data base;
5) Memetakan daerah-daerah rawan;
6) Upaya melakukan analisis berkelanjutan dengan melibatkan perguruan tinggi.
b. Upaya pencegahan:
Untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen tentang hak anak dan perempuan dan akibat dari kekerasan Kegiatan yang penting, antara lain :
1) Kampanye publik dengan materi untuk penghapusan berbagai bentuk kekerasan thd perempuan dan anak;
2) Pendidikan untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui pendidikan formal maupun non formal;
3) Pengembangan berbagai model pendidikan alternatif, terutama bagi korban yang sudah tidak ingin kembali sekolah dan untuk menyadarkan masyarakat ttg perlindungan HAM.
c. Upaya perlindungan:
1) Melakukan telaah kritis terhadap Perundang-undangan Nasional maupun Peraturan Daerah;
2) Upaya dan dorongan aparat penegak hukum untuk mengkriminalisasikan pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak;
3) Mengembangkan mekanisme perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan;
4) Mengembangkan perangkat/prosedur pelayanan publik yang sensitif dan ramah dalam penanganan kasus;
5) Pemprograman berbagai pelatihan untuk penanganan korban;
6) Terbentuknya mekanisme di masyarakat untuk melakukan monitoring terhadap berbagai kasus untuk menciptakan kontrol sosial;
7) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penanganan.
d. Upaya pemulihan dan reintegrasi sosial:
Dilakukan untuk menyelamatkan dan memulihkan korban, mengintegrasikan dan mengembangkan suasana kondusif bagi pemulihan, melalui kegiatan:
1) Memberikan jaminan peradilan/proses hukum;
2) Mengembangkan berbagai model pelatihan tentang penanganan kekerasan bagi pihak yang menangani perkara, pekerja yang menjalankan program pemulihan dan para pendidik;
3) Membentuk Hotline dan Helpline;
4) Mengembangkan sistem pelayanan terpadu;
5) Mengembangkan sistem rujukan medis yang ramah, aman dan terjangkau;
6) Mengembangkan dan menetapkan standar sistem pemulihan dan reintegrasi sosial;
7) Pemberdayaan ekonomi bagi korban maupun keluarga;
8) Mendorong pengembalian korban kekerasan kepada keluarga dan masyarakat;
9) Melibatkan anak dan perempuan korban dalam proses reintegrasi sosial korban.
e. Peningkatan partisipasi masyarakat:
Diarahkan untuk memfasilitasi terwujudnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut kebijakan dan program penghapusan kekerasan, melalui kegiatan :
1) Fasilitasi pembentukan jaringan;
2) Pengembangan “Peer Group Education” untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
11. Dalam hal Perlindungan Anak, keluarga memegang peranan sangat penting karena keluarga bagi perkembangan anak merupakan:
a. Identitas diri
b. Penyatuan dengan masyarakat
c. Identitas & kompetensi budaya
d. Membangun kemandirian hidup, termasuk kemampuan ekonomi
e. Keluarga untuk sepanjang hidup

12. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial bagi Anak:
a. Dukungan emosional
1) kejadian atau pengalaman tak menyenangkan
2) pengalaman yang menyenangkan
3) meningkatkan pemahaman anak atas dirinya (dan anak merasa bahwa kita memahami dirinya)
4) peningkatan harga diri (membuat anak merasa bahagia dengan dirinya)
b. Dukungan informasi
Membantu anak (lebih) memahami dunianya, situasi-situasi dan pengalaman hidupnya.
c. Bantuan menyelesaikan tugas/masalah.
d. Menemani melakukan kegiatan yang menyenangkan.
13. Attachment (Keterikatan): Ikatan sosio-emosional / ikatan batin, merupakan andasan untuk:
a. Menjalin hubungan dengan orang lain
b. Penghayatan rasa aman menghadapi dunianya
c. Membangun daya lentur terhadap stress
d. Kemampuan menyeimbangkan emosi
e. Menikmati kehidupannya
f. Membangun hubungan antar-pribadi yang bermakna di masa datang.
14. Keterikatan Yang Positif (Secure Attachment):
a. Anak yakin selalu ada tempat untuk berlindung, “tempat aman”, sehingga mengurangi kecemasan
b. Membangun rasa percaya, pikiran positif terhadap lingkungan
c. Lebih berani mengeksplorasi lingkungannya
d. Mendorong tumbuhnya konsep diri yang lebih positif
e. Anak lebih berani Eksplorasi, konsekuensinya:
1) menambah pengetahuan dan keterampilan baru, termasuk dalam berhubungan dengan orang
2) Membangun kemampuan mengatasi masalah
3) membangun kepercayaan dirinya, termasuk untuk berani mencoba menghadapi masalah dan tidak menghindar.
4) Prestasi belajar yang lebih baik, karena lebih fokus pada proses penyelesaian masalahnya.
15. Bagaimana membangun Secure Attachment?
a. Sesungguhnya terus terbangun sejalan masa perkembangan. Masa peletakan dasar: s/d 2 tahun
b. Melalui kualitas dan kontinuitas hubungan antar personal dan pola komunikasi dengan pengasuh:
1) Bagaimana pengasuh mengenali dan merespon isyarat kebutuhan fisik dan emosional anak
2) Penglibatan anak secara teratur dalam interaksi yang hangat.
16. Penyebab utama kegagalan anak membangun ikatan positif:
a. Ditelantarkan secara fisik atau emosional, abuse.
b. Terpisah dari pengasuh utama (orangtua)
c. Perubahan pengasuh utama
d. Pengalaman traumatis
e. Ibu depresi, kesehatan mental ibu terganggu
f. Ibu pecandu narkoba atau alkohol
g. Sakit/gangguan/cacat fisik/fisiologis pada pengasuh atau anak, yang mempengaruhi temperamen
h. Hubungan ibu-anak yang tak harmonis
i. Lemahnya parenting skills.
Akibat :
a. Anak kurang menikmati interaksi dengan orang lain, sehingga beresiko bermasalah dalam membangun hubungan.
b. Lebih sulit “dibentuk” dan dididik. Anak tak mendapatkan kesenangan dari senyuman atau kata-kata dukungan dari guru, misalnya.
c. Tidak merasa salah ketika membuat orang lain kecewa, sedih, atau marah.
d. Dalam kasus ekstrim, tidak menunjukkan penyesalan ketika menyakiti orang lain, dan
e. Beresiko mengembangkan perilaku anti-sosial, agresif, dan kekerasan
17. Penting bagi semua pihak: memahami bagaimana anak dan lingkungannya bekerja sebagai sebuah sistem integratif yang mempengaruhi dan dipengaruhi kehidupan anak. Sejahtera bagi Anak, berarti:
a. Terjamin upaya pemenuhan kebutuhan dasar
b. Terfasilitasi Pertumbuhan: sehat, berfungsi
c. Terfasilitasi Perkembangan: menuju kematangan, kemampuan menjalani hidup (lifeskills).

B. Tanya Jawab:
1. Pertanyaan dari Ibu HERA, Karangtaruna Kab. Pemalang:
Maraknya kekerasan seksual terhadap anak mungkin disebabkan kurangnya pendidikan seksual dini kepada anak di luar atau dalam keluarga. Selama ini pendidikan seksual dipandang sebagai pendidikan yang tabu. Bagaimana cara untuk mengkomunikasikan dengan anak?, sehingga tidak terkesan jorok atau saru?
Jawaban:
a. Sri Winarna : Perlu dilakukan komunikasi intens dengan anak. Contohnya penjelasan fungsi reproduksi pada anak yang baru pertama kali mendapatkan haid.
b. Naning : Saat ini UNICEF sedang mengembangkan skema pendidikan seks usia dini, antara lain: 1). Pendidikan akan alat reproduksi dan fungsinya; 2). Mengajari anak-anak akan hal yang berbahaya, misal bentuk pencabulan terhadap anak-anak; 3). Memberi penjelasan tentang bagian tubuh anak yang harus dilindungi; 4). Pendidikan seks sejak SD.
2. Pertanyaan dari M. Subhan, PKK Kec. Pemalang:
Bagimana saran terbaik dari narasumber terkait dengan persoalan kekerasan terhadap anak. Tanpa adanya pemahaman dalam masyarakat, perlakuan kekerasan akan terus terjadi. Hai ini disebabkan karena masyarakat tidak tahu atau belum paham terhadap definisi Kekerasan terhadap Anak, sehingga terjadi salah persepsi antara mendidik atau melakukan kekerasan, yang berakibat pada pelanggaran hukum. Bagaimana langkah pemerintah untuk bisa mengatasai hal tersebut?
Jawaban:
a. Sri Winarna : cara dengan mengupayaan Pencegahan, berupa: 1). Pemberian informasi dan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana kekerasan terhadap anak itu; 2). Pencegahan dimulai dari lingkup keluarga, kemudian lingkup masyarakat; 3). Sosialisasi melalui pertemuan di desa dll dg melibatkan semua pihak; 4). Pembentukan jejaring di masyarakat, sehingga bila terjadi sesuatu terhadap anak jejaring tersebut dilibatkan.
b. Naning : melalui intervensi: micro, meso, exso, dan macro system.

3. Pertanyaan dari Ibu Era, Dinas Kelautan dan Perikanan:
Apakah kegiatan anak mengamen di jalan dan menyemir sepatu itu termasuk kekerasan terhadap anak?, bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban:
a. Sri Winarna : hal itu merupakan eksploitasi ekonomi sehingga termasuk bentuk kekerasan terhadap anak. Cara mengatasinya misal dengan mengeluarkan Perda larangan memberikan uang kepada pengemis dsb.
b. Naning : melalui koordinasi beberapa SKPD. Tidak hanya penertiban oleh Satpol PP, tapi juga penanganan secara integratif dengan melibatkan SKPD lain yang terkait seperti Dinsosnakertran dan Bapermas KB.
4. Pertanyaan dari Nadia Damayanti, Forum Anak Kab. Pemalang:
Bagaimana cara mengatasi seseorang anak korban kekerasan yang kemudian menjadi menikmati kekerasan terhadapnya?; Bagaimana pula dengan anak yang bekerja tapi atas kemamuannya sendiri?
Jawaban:
a. Sri Winarna : diberi pendampingan yang intensif oleh psikolog dan tokoh agama, serta penguatan mental. Terkait dengan anak yang bekerja atas kemamuan sendiri, pada dasarnya anak boleh bekerja tapi dibatasi dalam jumlah jam tertentu dan ada ketentuan batasan tempat dimana anak bekerja.
b. Naning : – Anak korban kekerasan yang kemudian menjadi menikmati kekerasan terhadapnya, meski dilakukan pendampingan, hanya sedikit yang berhasil. Hal itu disebabkan begitu membekasnya korban kekerasan. Butuh waktu lama untuk pemulihan. Hal ini terbukti dari anak jalanan korban kekerasan yang ditaruh di panti hanya selama 6 (enam) bulan, tidak ada yang berhasil pulih kembali. Beberapa langkah yang ditempuh antara lain: 1). Perlu dilakukan rehabilitasi klinis, namun hal ini terkendala biaya yang sangat mahal; 2). Psikiater atau psikolog harus melakukan komunikasi yang intensif; 3). Diberikan kegiatan-kegiatan untuk mengalihkan, dan 4). Perlu penerimaan keluarga, masyarakat dan lingkungan.
– Tentang pekerja anak, bila itu memang atas keinginan sendiri, pasti ada pengaruh dari pihak lain, karena pada dasarnya keinginan anak hanya bermain. Langkahnya: perlu komunikasi dengan si anak tentang apa yang diinginkannya.
5. Pertanyaan dari Markito, Forum anak Ujunggede:
Bagaimana mengatasi keterlanjuran kekerasan terhadap anak? bagaiman agar kesan yang membekas kepada anak dapat dihilangkan atau dikurangi?, bagaimana caranya agar hal itu tidak menjadi karakter si anak?

Jawaban:
Sri Winarna : cara yang bisa ditempuh antara lain: 1). Memberikan perubahan perilaku orang tua; 2).Melibatkan anak dengan aktivitas yang baik; 3). Pendampingan oleh psikolog.
6. Masukan dari Mohamad Abdurahman, Forum anak Bantarbolang:
Sekedar masukan atau berbagi pengalaman untuk mengatasi karakter anak yang nakal adalah dengan cara memberi teguran yang menenangkan dan pendidikan budaya/Bahasa Jawa.
Tanggapan:
a. Sri Winarna : lebih penting adalah pendidikan karakter bangsa.
b. Naning : memberikan ruang anak untuk berkreasi.
7. Pertanyaan dari Ibu Hera, Karangtaruna Kab. Pemalang:
Adanya sistem belajar anak sehari penuh di sekolah (fullday school), apakah itu bentuk kekerasan terhadap anak?, karena anak kehilangan waktunya untuk bermain.
Jawaban:
Sri Winarna : pelaku kekerasan terhadap anak selain orang terdekat juga negara, karena negara lah yang membentuk Undang-Undang. Cara yang dapat ditempunh adalah dengan mengajukan judicial review.

III. KESIMPULAN
Dari paparan materi dan diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa penanganan Kekerasan terhadap Anak (KtA) dimulai dari pencegahan hingga rehabilitasi korban. Beberapa hal yang harus diperhatikan antar lain:
1. Peningkatan peran serta Kantor Urusan Agama (KUA) dan tokoh agama memberikan pengarahan pranikah kepada calon pengantin;
2. Parenting skill memegang peranan sangat penting untuk mencegah kekerasan terhadap anak;
3. Meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan karena kekerasan terhadap anak bisa terjadi di sekitar kita.
4. Perlunya sebuah kebijakan yang komprehensiv karena perlindungan anak ini merupakan kepentingan seluruh bangsa demi terciptanya generasai penerus yang luar biasa.

IV. PENUTUP
Acara seminar diharapkan dapat membuka wawasan kita semua sehingga dapat mencegah kekerasan terhadap anak. Selain itu diharapkan dapat membangun komitmen bersama terkait dengan langkah strategis dalam mencegah kekerasan terhadap anak menuju terwujudnya Kabupaten Layak Anak di Pemalang.
Acara seminar ditutup pada pukul 14.00 WIB. (Artiningtyas, SE, ME)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *